Minggu, 14 Maret 2010

ARGUMENTASI AGAMA SEBAGAI KOMUNITAS

DEFINISI AGAMA

Agama ialah suatu jenis system social yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang berposor pada kekuatan-kekuatan nonempiris yang dipercayai dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi mereka dan masyarakat luas umumnya.

Agama menurut Joachim Wach
Agama adalah suatu system kepercayaan yang berupa system kaidah yang mengikat penganutnya, dan mempunya system perhubungan dan interaksi social.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia
System kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.


DEFINISI MASYARAKAT/KOMUNITAS

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.


ARGUMENTASI AGAMA SEBAGAI KOMUNITAS
Agama sebagai komunitas artinya agama sebagai sistem kepercayaan yang diwujudkan dalam perilaku social secara berkelompok.
Agama dan masyarakat memiliki hubungan yang erat. Disini perlu diketahui bahwa itu tidak mengimplikasikan pengertian bahwa agama menciptakan masyarakat. Tetapi hal itu mencerminkan bahwa agama adalah implikasi dari perkembangan masyarakat.
Individu-individu yang mempunyai kepercayaan yang sama dan amalan-amalan yang sama cenderung akan menciptakan ikatan bersama,baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban social yang membantu mempersatukan mereka. Kelompok-kelompok orang yang mempunyai kepercayaan-kepercayaan yang sama menjadi suatu masyarakat moral ( moral community).
Proses pemilikan ritus-ritus dan kepercayaan-kepercayaan simbolik itu memperkuat perasaan kelompok terhadap kepribadiannya sendiri dan menonjolkan perasaan kebersamaannya.
Contoh :
Dikalangan orang muslim melaksanakan sholat berjamaah menandakan dan mempersatukan persaudaraan orang-orang muslim.
Bagi banyak pemeluk agama Kristen makan hidangan sakramen bersma-bersama juga melambangkan dan memperkuat kerukunan pemeluk ksristiani.

Menurut Joachim Wach
Interelasi agama dan komunitas menunjukkan adanya pengaruh timbale balik antara agama dan komunitas.
Pertama : Pengaruh agama terhadap masyarakat,
Seperti yang terlihat dalam pembentukan, pengembangan, dan penentuan kelompok keagamaan spesifik yang baru.
Kedua : Pengaruh masyarakat terhadap agama
Wach memusatkan perhatiannya pada factor-faktor social yang memberikan nuansa dan keragaman dan sikap keagamaan yang terdapat dalam suatu lingkungan dan kelompok social tertentu.


Menurut Durkheim
Interelasi agama dan masyarakat terlihat di dalam masalah ritual. Kesatuan masyarakat pada masyarakat tradisional itu sangat tergantung pada conscience collective (hati nurani kolektif) dan agama nampak memainkan peran ini. Masyarakat menjadi “masyarakat” karena fakta bahwa para anggotanya taat kepada kepercayaan dan pendapat bersama yang terwujud dalam pengumpulan orang dalam ritual keagamaan (missal dalam sholat berjamaah), hal ini menekankan lagi kepercayaan mereka atas orde moral yang ada diatas solidaritas itu bergantung.
Disini agama nampak sebagai alat integrasi masyarakat dan praktek ritual secara terus menerus menekankan ketaatan manusia terhadap agama yang dengan begitu turut serta di dalam memainkan fungsi penguatan solidaritas.


Agama dapat membentuk sebuah komunitas masyarakat yang menjadi factor integrasi masyarakat dan mampu melahirkan solidaritas yang kuat di antara sesma penganut agama. Namun pada kenyataannya kenapa agama juga dapat memicu terjadinya perpecahan umat beragama??? Bahkan seringkali menjadi pembenaran bagi tindak kekerasan??

Pada titik ini kita bisabertanya, dapatkah agama begitu saja dipisahkan dari pemeluknya?
Sejujurnya, nilai-nilai agama baru dapat menjadi konkret, jika pemeluknya menghayati, serta merealisasikannya di dalam tindakan. Jika agama mengajarkanorang untuk saling menghormati satu sama lain, maka realitasnya berbicara berbeda.
Maka Peter L.Berger mengatakan bahwa hubungan manusia dengan masyarakat merupakan suatu proses dialektis yang terdiri atas tiga momen : eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.
Internalisasi adalah proses injeksi nilai pada seseorang yang akan membentuk pola pikirnya dalam melihat makna realitas empiris. Nilai-nilai tersebut bisa jadi dari agama, budaya, kebiasaan hidup ataupun dari norma social. Pemaknaan atas nilai inilah yang mewarnai pemaknaan dan penyikapan manusia terhadap diri, lingkungan dan kenyataan di sekelilingnya. Dalam konstek agama, para pendakwah adalah orang yang sangat berperan pada fase ini.Karena bisa jadi pemahan para pendakwah itu salah ataupun tidak sesuai dengan yang diajarkan oleh Al-Qur’an dan As-sunnah. Dan hal itu berdampak pada proses eksternalisasi seseorang. Setelah seseorang terinjeksi oleh suatu keyakinan atau ajaran baru, maka proses selanjutnya adalah Objektivasi.
Objektivasi adalah sebagai upaya re-definisi nilai yang sudah terinjeksi pada system of believe dalam kesadaran diri manusia. Dalam fase ini, muncul pertanyaan kritis tentang fungsi, materi, urgensi dan beberapa hal lain terkait dengan nilai yang sudah dipahami tersebut. Hasil perenungan kembali yang terkadang dibumbui dengan tindakan kontemplatif ini, terkadang melahirkan proposisi nilai atau pemahaman baru yang secara subyektif dianggap lebih baik dari proposisi sebelumnya. Setelah re-definisi nilai maka proses selanjutnya adalah eksternalisasi.
Eksternalisasi adalah upaya ekspresi manusia atas re-definisinya terhadap nilai yang selama ini diyakini sebagai kebenaran. Ekspresi ini diwujudkan kepada orang lain atau kelompok yang secara kuantitatif lebih besar dengan tujuan untuk mewarnai atau bahkan dalam kondisi ekstrim merubah nilai-nilai semula dengan nilai baru yang diyakini kebenarannya.. Tokoh atau kelompok yang merasa memiliki proposisi keyakinan baru seperti ini relative lebih militant dan pantang menyerah dalam menghadapi tekanan kelompok lain yang lebih besar.


CIRI-CIRI AGAMA SEBAGAI KOMUNITAS
•Konsep solidaritas dalam pelaksanaan ritual keagamaan
•Fungsi integrasi masyarakat
•Pelaksanaan ritual keagamaan secara bersama-sama
•Terdapat ikatan bersama antara individu dengan individu lain, ataupun individu dengan masyarakat.
•Dapat menjadi social control

REFERENSI
Kahmad, Dadang.Sosiologi agama
Notinghem, Sosiologi agama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar