Sabtu, 12 Februari 2011

Dari Cinta Menuju Cinta


Gelimang dosa dam maksiat memang dicintai oleh hwa nafsu. Namun cinta pada Alloh dan RasulNya jelas lebih indah dibandingkan cinta yang palsu itu. Inilah kisah Saudza Muzhir, seorang model kecantikan Mesir, dalam meninggalkan kecintaannya pada hawa nafsu.

Setamat sekolah dan kuliah di fakultas sastra jurusan Jurnalistik, aku tinggal bersama nenekku. Beliau merupakan ibu dari Ahmad Muzhir, seorang seniman ternama, yang juga pamanku. Stiap hari, kerjaanku adalah menelusuri jalan-jalan di daerah Zamalik dan bolak-balik ke klub untuk memamerkan kecantikanku pada mata manusia binatang tanpa kehormatan dengan dalih kebebasan dan perkembangan zaman. Dengan tingkahku tersebut, nenekku yang sudah tua renta tak sanggup lagi menghadapiku, apalagi ayah dan ibu. Yah, manusia bisa hidup seperti binatang, bahkan lebih hina lagi, kecuali yang dirahmati Alloh. Aku tak banyak mengenal Islam selain tulisan dan hurufnya saja.

Aku pun akhirnya menikah. Dan bersama suamiku aku pergi ke Eropa untuk menjalani aktifitas pergi ke Eropa untuk menjalani aktifitas yang sering disebut dengan ‘bulan madu’. Salah satu yang menarik perhatianku selama di Eropa adalah ketika aku pergi ke Vatikan Roma dan bermaksud masuk ke museum Paus, mereka memaksaku untuk mengenakan pakaian khusus yang telah disediakan di atas pintu. Begitulah cara mereka menghormati agama yang telah berubah tersebut.

“ Saat itu pula aku bertanya pada diriku sendiri, mengapa kita tidak menghormati agama kita sendiri?”

Suatu saat aku berkata pada suamiku, “Aku ingin shalat sebagai rasa syukur atas nikmat yang diberikan oleh Alloh,”

“Lakukan saja apa yang kamu inginkan, ini kebebasan individu,” Katanya

Gadis Bermata Biru

Aku membawa pakaian panjang dan kerudung kepala, lalu masuk ke dalam sebuah masjid besar di kota Paris dan mendirikan shalat. Setelah selesai dan keluar dari pintu masjid, aku membuka tutup kepala, melepaskan pakaian panjang dan bermaksud menyimpannya di dalam ransel. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh kehadiran seorang gadis Perancis bermata biru yang mengenakan jilbab. Dengan lembut ia memegang tanganku dan menepuk pundakku. Suaranya yang lembut terdengar menyapa, “Mengapa Anda melepaskan hijab? Tidak tahukah Anda kalau memakainya termasuk perintah Alloh?” Aku kebingungan untuk menjawab. Ia memintaku untuk masuk masjid beberapa saat. Aku berusaha menolak, namun dengan santun dan perkataan yang lembut ia memaksaku masuk masjid seperti kerbau yang dicocok hidungnya.

Gadis itu bertanya lagi,”Apakah Anda bersaksi bahwa tiada sesembahan yang benar selain Alloh? Apakah sudah memahami maknanya? Persaksian tersebut bukanlah kalimat yang hanya cukup diucapkan oleh lisan, tapi ju harus dibenarkan dan diamalkan.”

Gadis bermata biru tersenut telah mengajariku pelajaran yang paling mendalam bagi hidupku. Hatiku terguncang dan perasaanku takhluk pada ucapannya. Setelah itu, ia menyalamiku seraya berkata, “ Saudariku, tolonglah agama ini.”

Aku keluar meninggalkan masjid. Pikiranku terus menerawang sampai aku tidak menyadari keadaan sekitarku. Kebetulan pada hari itu juga suami membawaku ke sebuah klub bebas, dimana lelaki dan perempuan berdansa dalam keadaan semi telanjang dan melakukan perbuatan seperti binatang, bahkan mungkin binatang sekalipun enggan melakukan seperti yang mereka lakukan.

Aku jadi bencipada meraka, bahkan aku benci pada diriku sendiri yang telah tenggelam dalam kubangan dosa. Aku minta keluar pada suamiku dengan alasan agar bisa bernapas, lalu aku langsung pulang ke Kairo Mesir.

Di Kairo aku memulai langkah pertamaku berkenalan dengan Islam. Meskipun bergelimang kemewahan duniawi, aku merasa belum pernah mereguk kedamaian dan ketenangan. Sebaliknya, setiap kali shalat atau membaca kitabullah, aku semakin tenang dengan itu semua. Kutinggalkan semua cara kehidupan jahiliyah di sekitarku. Sepanjang siang dan malam aku menyendiri membaca Al Qur’an. Kudatangkan buku-buku keislaman seperti tafsir Ibnu Katsir dan lainnya. Selain itu, aku juga meninggalkan kehidupan klub dan hiburan malam. Aku mulai berkenalan dengan akhwat muslimah. Mula-mula suamiku melarangku berhijab termasuk keputusanku meninggalkan duaniaku sebelumnya.

Aku tidak lagi berkumpul bersama para lelaki, aku tidak mau bersalaman dengan mereka. Cobaan tentu tak bisa dihindarkan, namun berserah diri kepada Alloh adalah jalan yang utama. Selain itu menjadikan Alloh dan RasulNya paling dicintai daripada yang lain. Aku memang hampir berpisah dengan suamiku, namun Alloh memberikan hidayah kepadanya. Sekarang bahkan ia menjadi lebih baik dariku, menjadi dai yang ikhlas memperjuangkan agama Alloh. Kendati penyakit dan beberapa peristiwa getir terjadi, tetapai kami tetap bahagia selama semua musibah itu menerpa kehidupan dunia kami, bukan menimpa agama kami.

Subhanalloh Wal Hamdulillah Wa Laailaahaillalloh…..

Sumber : El Fata edisi 06 Vol 09 -2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar